Friday, October 20, 2006

Meng-Qadha-Kaffarah-Fidyah

Mengqadha (mengganti puasa)
a. Diperbolehkannya mengakhirkan dalam mengganti puasa Ramadhan
Ketahuilah (Semoga Allah memberi pemahaman ilmu agama pada kami dan kamu) bahwa mengqadha (mengganti) puasa Ramadhan tidak wajib dilakukan dengan segera, sesungguhnya hal ini luas dilaksanakannya, sebagaimana hadits riwayat Aisyah :
Adalah aku punya hutang puasa Ramadhan, tidaklah aku mampu menggantinya kecuali pada bulan sya’ban. (Hadits riwayat Bukhari dan Muslim)

b. Tidak wajib dikerjakan secara berturut-turut
Berdasarkan firman Allah :
Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. (Al Baqarah : 185)
Berkata Ibnu Abbas :
Tidak mengapa untuk disela-selahi dalam mengganti puasa Ramadhan. (Hadits riwayat Bukhari, dan Bukhari tidak menyebutkan sanadnya, dan dijelaskan sanadnya oleh Abdurrazaq, Daraqutni,dan Ibnu Abi Saibah dengan sanad shahih)

c. Barangsiapa yang meninggal dan ia mempunyai nadzar berpuasa
Barangsiapa yang meninggal dan ia mempunyai puasa nadzar maka walinya mengganti puasanya, berdasarkan sabda Rasulullah :
Barangsiapa yang meninggal dan ia mempunyai hutang puasa maka walinya menggantikannya. (Hadits riwayat Bukhari dan Muslim)
Dan dari Ibnu Abbas ia berkata, datang seorang lelaki kepada Nabi lalu bertanya : Wahai Rasulullah sesungguhnya ibuku meninggal dan ia mempunyai hutang puasa sebulan, apakah aku harus menggantikannya berpuasa?
Nabi menjawab :ya, hutang kepada Allah lebih berhak untuk dibayar. (Hadits Bukhari dan Muslim)

Hadits-hadits diatas adalah hadits-hadits umum yang menjelaskan disyariatkannya berpuasa wali mengganti puasanya mayit segala macam puasa. Dan sebagian pengikut madzhab Syafii berpendapat seperti ini dan juga Ibnu Hazm 7/2,8). Hanya saja hadits-hadits ini adalah hadits-hadits yang memberikan penjelasan secara umum, maka janganlah seorang wali mengganti puasa mayit kecuali puasa nadzar, dan pendapat inilah yan dipegang Imam Ahmad sebagaimana tersebut dalam kitab Masailul Imam Ahmad riwayat Abu Daud hal 96 ia berkata : saya mendengar Ahmad bin Hambal berkata :Tidaklah mayit diganti puasanya kecuali puasa nadzar, berkata Abu Daud : aku bertanya kepada Ahmad : Adapun bulan Ramadhan? beliau berkata:memberi makanan (sebagai ganti hutang puasanya).

d. Memberi makan
Dan barangsiapa yang meninggal dan ia mempunyai hutang puasa nadzar dan digantikan oleh beberapa orang lelaki untuk mengganti puasanya mayit maka diperbolehkan,
berkata Al Hasan Al Basri :Jika mengganti puasa mayit itu 30 orang lelaki dan setiap orang berpuasa satu hari maka diperbolehkan. (Bukhari)

Adapun memberi makan jika wali mayit mengumpulkan orang-orang miskin sejumlah hari hutang puasa mayit dan mengenyangkan mereka maka diperbolehkan. Demikianlah yang dilakukan Anas bin Malik.

Kaffarah (tebusan karena melakukan pelanggaran)
a. Kaffarah karena jima, secara berurutan
Kaffarah seorang yang melanggar puasa karena jima (pada siang hari bulan Ramadhan) adalah : membebaskan budak, jika tidak terdapat budak maka puasa dua bulan berturut-turut, jika tidak mampu maka memberi makan 60 orang miskin.
b. Orang yang lemah gugur kaffarahnya
c. Wanita tidak wajib melaksanakan kaffarah
Kaffarah tidak wajib bagi perempuan, karena Nabi diberitahu tentang perbuatan yang terjadi antara seorang lelaki dan perempuan, dan beliau tidak mewajibkan kecuali satu kaffarah saja (yaitu kepada laki-laki).
Dalil (a,b,c) terdapat dalam pembahasan No 15 bagian E, hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah

Fidyah
Wanita yang hamil dan menyusui jika khawatir akan diri atau anak mereka, tidak (perlu) berpuasa dan (hendaknya) memberi makan seorang miskin setiap hari,
dan dalil dari hal ini adalah firman Allah :
Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. (Al Baqarah : 184)

Dan ayat diatas dikhususkan kepada Orang yang sudah lanjut usia, perempuan yang lemah, orang yang sakit yang tidak bisa diharapkan kesembuhannya, wanita hamil,dan wanita menyusui yang khawatir atas (keselamatan) diri mereka dan jiwa anak mereka.

Dari malik, dari Nafi’ bahwasanya Ibnu Umar ditanya tentang seorang perempuan yang hamil jika takut (akan keselamatan) anaknya, maka Ibnu Umar berkata :
Ia tidak berpuasa dan memberi makan seorang miskin tiap hari dengan satu mud biji gandum. (Dikeluarkan oleh Baihaqi dengan sanad shahih)
Dan Daraqutni (1/207) meriwaytkan dari Ibnu Umar dan ia menshahihkannya, bahwa Ibnu Umar berkata :
Wanita hamil dan Wanita yang menyusui tidak berpuasa dan tidak mengganti puasa.

Dan diriwayatkan Daraqutni (juga) dari jalan yang lain :
Bahwa istri Ibnu Umar bertanya kepada Ibnu Umar dan ia dalam keadaan hamil, maka Ibnu Umar berkata : “Makanlah (tidak usah puasa) dan berimakanlah fakir miskin setiap hari dan janganlah mengganti puasanya.