Sunday, January 29, 2006

Bisnis yang TOP

Berbisnis dengan Cinta

Tahukah Anda, apa kekuatan utama dalam bisnis?

Uang? Bukan
Kekuasaan? Juga bukan
Lalu, apa ?
Cinta!!!!

Ya, kekuatan utama yang mampu menggerakkan bisnis kita hingga
mencapai kesuksesan adalah cinta. Dalam berbisnis, kita sering lupa
bahwa yang kita hadapi setiap hari sebenarnya adalah manusia, bukan
mesin atau computer. Sukses tidaknya kita berbisnis banyak bergantung
dari dukungan orang – orang sekitar kita. Jika mereka mencintai kita,
tentu mereka akan dengan sepenuh hati memberikan segalanya buat diri
kita.

Bayangkan saja jika Anda sedang jatuh cinta kepada seseorang. Anda
tentu selalu berusaha menyenangkan Sang Kekasih, bukan ? Apapun yang
dimintanya, pasti akan diupayakan sekuat tenaga untuk dipenuhi Anda.

Selain itu, kita pun tentu harus mencintai apa yang kita kerjakan.
Dengan demikian, kita akan melakukan pekerjaan itu dengan tulus,
penuh komitmen, dan berusaha memberikan yang terbaik dari diri kita.

Maka, cinta bukan hanya elemen paling penting dalam kehidupan pribadi
kita. Dalam kehidupan professional atau bisnis, cinta juga sangat
berperan penting.

Ini pulalah yang dikemukakan Tim Sanders, Chief Solutions Officer di
Yahoo!, dalam bukunya Love is the Killer App. Untuk berhasil dalam
bisnis, seseorang harus menjadi apa yang disebut oleh Tim Sanders
sebagai `lovecat'. `Lovecat' adalah seseorang yang pintar, mampu
menyenangkan orang lain, dan mencintai apa yang dikerjakannya dengan
sepenuh hati.

Seorang `lovecat' akan terus berupaya menambah pengetahuannya
(knowledge) dalam berbagai bidang. Namun, pengetahuan ini baru akan
menjadi berguna jika ia membaginya dengan orang lain. Karena itu,
jika harus terus menjalin dan mengembangkan relasi dengan semua orang
(network). Seorang `lovecat' juga harus bisa menunjukkan rasa empati
kepada orang lain dan tidak segan – segan membantu jika diperlukan
(compassion). Orang akan mengingat perlakuan baik kita ini. Dan
jangan lupa, sikap ini juga akan membuat orang lebih mudah memaafkan
jika kita membuat kesalahan.

Ketiga asset tidak terlihat (intangible assets) inilah – pengetahuan
(knowledge), menjalin relasi (network), serta raa empati dan
keinginan untuk selalu membantu (compassion) – yang harus terus
dikembangkan dalam diri kita. Inilah aspek – aspek penting yang akan
membuat kita mampu mempengaruhi orang lain, dan akhirnya membuat
mereka menghargai kita sebagai seorang rekan ataupun pimpinan.

Kita juga harus menyadari, bisnis sebenarnya adalah sebuah permainan.
Tentu saja, kita semua ingin memenangkan `permainan bisnis' ini.
Pemenang permainan ini adalah orang yang mencintai apa yang ia
kerjakan dengan memahami aturan – aturan permainan secara baik.

Namun, jika dibandingkan dengan pria, wanita tidak mengetahui dan
memahami sebagian besar aturan itu. Akibatnya, mereka kurang berhasil
dalam `permainan bisnis' ini. Bisa kita lihat, hanya sedikit wanita
yang berhasil menduduki posisi puncak di berbagai perusahaan.
Mengapa ? Pria tahu dan paham aturan – atuaran ini karena mereka
menciptakannya. `Permainan bisnis' ini telah dimainkan oleh para pria
sejak mereka masih sangat muda. Di lain pihak, wanita tidak pernah
diajarkan bagaimana cara memainkan `permainan bisnis' ini.

Dalam bukunya Play Like A Man, win Like A Woman, Gail Evans, seorang
Executive Vice President di CNN, mengatakan bahwa memang sudah dari
sononya, pria lebih agresif, lebih terus – terang, berani
mempromosikan diri, `berkulit badak' , dan lebih mementingkan
mencapai kemenangan daripada menjaga hubungan baik.

Sebaliknya, wanita diajarkan untuk lebih bersikap koorperatif
daripada kompetitif, lebih menikmati proses daripada hasil, dan lebih
mencari persetujuan daripada mencari kesuksesan. Wanita juga
cenderung tidak berani mengungkapkan pendapatnya, karena takut
dianggap salah atau tidak sopan. Sifat – sifat dan sikap – sikap yang
kelihatannya saling bertolak belakang inilah yang membuat sebagian
besar wanita kurang berhasil menjadi pemimpin di lingkungan bisnis
yang didominasi pria ini.

Jangan salah, wanita tidak harus `menjadi' pria untuk berhasil dalam
bisnis. Memang, wanita harus mengetahui dan memahami aturan –
aturan `permainan bisnis' ini. Namun, ia harus tetap bersikap sebagai
seorang wanita. Dengan kata lain, seorang wanita harus
mencintai `permainan bisnis' ini dan sekaligus mencintai dirinya
sendiri.

Lantas, apa hubungannya semua ini dengan lanskap bisnis Venus seperti
yang sudah saya ceritakan bulan lalu ?

Di dunia Venus ini, keunggulan kompetitif utama kita sebagian besar
berasal dari feel benefit, bukan think benefit. Feeling atau
perasaan merupakan akar yang dalam banyak hal mempengaruhi semua
perilaku, karena perasaan terkait dengan emosi. Emosi sangat
mempengaruhi pemikiran seseorang. Emosi membentuk dan mempengaruhi
penilaian. Emosi pula yang membentuk perilaku.

Ingatlah pula, emosi ini `menular'. Maksudnya, jika karyawan
perusahaan tidak mersa nyaman dengan apa yang dikerjakannya, tentu ia
tidak akan mampu memberikan perasaan nyaman pula kepada pelanggan.
Sebaliknya, jika karyawan itu mencintai apa yang dikerjakannya, tentu
ia akan dengan senang hati melayani pelanggan dan membuat pelanggan
merasa nyaman pula.

Maka, perhatikanlah hal ini dengan sungguh – sungguh!

Pemenang utama dalam `permainan bisnis' adalah orang yang mencintai
apa yang dikerjakannya. Kita tidak dapat bermain dengan baik jika
kita tidak menikmatinya. Maka, cintailah sebenarnya kebutuhan utama
dan satu – satunya bagi kita, baik dalam kehidupan pribadi maupun
professional. Ingat apa yang diakatan The Beatles, band legendaries
yang juga merupakan band favorit saya, All You Need is Love ?

Bagaimana pendapat Anda?

Sumber: Berbisnis dengan Cinta oleh Hermawan Kartajaya. Hermawan Kartajaya, adalah Founder dan President MarkPlus&Co dan President World Marketing Association (WMA). Pada tahun 2003, dianugrahi gelar sebagai “50 gurus who have shaped the future of marketing” oleh CIM-UK, bersama satu orang wakil Asia yang lain, yakni Kenichi Ohmae dari Jepang.